Minggu, 17 Oktober 2021

Kemudahan membuka bisnis vs kemudahan memiliki anak

 Negara-negara bule (barat) berada di urutan teratas dalam urusan perijinan/kemudahan membuka bisnis (usaha). Di gelombang kedua adalah negara-negara yang industrinya sudah maju, seperti: China, Korea, Jepang. Indonesia ada di urutan ke sekian dalam hal ini. 

Untuk urusan berbisnis memang kita masih kalah, tetapi tidak untuk urusan kemudahan memiliki anak. Tingkat kelahiran anak di negara-negara barat sangat lah rendah. Bahkan sebagian justru negatif. Jumlah kelahiran lebih kecil dari jumlah penduduk yang meninggal. Hal ini menyebabkan kurangnya suply tenaga kerja dan berimplikasi pada migrasi dari luar negeri. 

Orang-orang di pedesaan di sekitar tempat tinggal saya, yang berumur 20-40 tahun, mayoritas 2 hingga 3 anak. Angka kelahiran total menurut BPS 2017: 2,6 di pedesaan dan 2,3 di perkotaan. Mengutip situs ABC, tingkat kelahiran per wanita di Australia 2019 sebesar 1,6, atau setiap satu perempuan melahirkan 1,6 anak. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk menyusut karena dibutuhkan minimal dua orang anak untuk menggantikan dua orangtuanya kelak. Kecuali banyak yang mempraktikkan poligami di Australia.

Di kampung saya, orang mau lahiran sekarang tidak perlu kuatir. Tidak punya uang, bisa mengikuti jampersal. Yang punya BPJS Kesehatan sudah dijamin biayanya. Begitu anak lahir, kedua orangtuanya sudah siap mengasuh. Biasanya, kedua orangtua dan mertua juga siap membantu begadang untuk merawat cucu mereka. Jika kurang, ada tetangga yang siap memberikan uluran tangan. Jika anak sudah bisa berjalan (todler), dia sudah siap untuk disapih. Tidak hanya disapih susu tetapi juga disapih dari asuhan bapak/ibu. Dia bisa main sendiri atau bersama teman tetangga sekitar rumah. Pekerjaan orangtua menjadi mudah dan irit biaya. 

 Di SYdney sekitar saya tinggal. orang mau lahiran tidak perlu kuatir biaya. Semua orang sudah memiliki asuransi kesehatan. Begitu anak lahir, kedua orangtuanya harus kerja keras begadang berdua saja. Biasanya, kedua orangtua dan mertua tidak tinggal serumah juga tidak membantu begadang. Tetangga? tidak mungkin membantu merawat bayi tanpa dibayar. Untuk dapat kembali bekerja setelah cuti, orangtuanya harus menitipkan anak di childcare center. Biaya yang harus dikeluarkan tidak murah. Sama dengan gaji orangtuanya seharian bekerja. Jika anak sudah bisa berjalan (todler), dia tetap di childcare center. Tentu lagi-lagi biaya. Biaya untuk menitipkan anak di childcare center bagi bayi sekitar $200 atau sekitar Rp.2.000.000 per hari. Misalnya bayi dititipin lima hari seminggu berarti biaya yang dikeluarkan $1.000 tiap minggu atau Rp.10.000.000 tiap minggu. Semakin besar usia anak, makin murah biaya yang dibutuhkan. Untuk anak usia 3 sampai 5 tahun biaya berkisar $117 sampai $170 atau Rp.1.170.000 sampai Rp.1.700.000 setiap harinya. Childcare center biasanya buka mulai pukul 7.00 sampai 6.00 petang. 

Si todler tidak bisa main bersama teman tetangga sekitar rumah karena di apartemen tidak diijinkan menggunakan fasilitas umum (common area) untuk bermain anak. Karena banyak bermain di rumah, maka waktu luang orangtua menjadi lebih sedikit. Biaya membeli mainan menjadi lebih banyak. Dan yang pasti orangtua tidak dapat menghasilkan uang.

Jangan bayangkan anak-anak dapat bermain lempung di teras rumah. Atau mandi di kali seperti kata Didi Kempot. Todler main di pinggir jalan sendiri saja, orangtuanya dapat didenda oleh polisi. Atau mungkin pidana. 

Sabtu, 25 September 2021

Ini benar-benar Supermarket!

 Di dunia retail di Indonesia, kita mengenal ada warung, toko, toko serba ada, minimarket, supermarket, hypermarket. Meskipun ada interseksi antar kategori tersebut, akan tetapi kita dapat melihat perbedaannya secara umum. Dari semua kategori itu, saya melihat tidak ada yang benar-benar menjual barang seperti yang ada di Sydney Australia. Supermarket di sini menjual produk yang lebih lengkap.

Jika anda berkunjung ke sini, jangan heran jika anda melihat ada toko (supermarket) bangunan yang menjual pot dan bunga hidup. Supermarket yang menjual asuransi kendaraan. Toko perkakas yang menjual baju. Dan sebagainya.

Mungkin strategi brand atau segmentasi di sini agak berbeda dengan di Indonesia. Atau mungkin juga karena tidak ada yang menyediakan hal itu di toko lain. Misalnya, saya belum pernah melihat kios yang menjual bunga hidup (nursery) di sini. Ada yang menanam/mengembangkan tetapi untuk tujuan nonprofit, yakni City Counsil. Di Indonesia, ini semacam organisasi kecamatan. Jadi karena toko besi menjual pot, sekalian aja menjual bunga hidup. Dan ini laris juga.

Jumat, 12 Maret 2021

Sebebas apa kita?

 Suatu siang ada seseorang yang mengetuk pintu apartemen saya. Seorang pemuda bule ada di balik pintu itu. Sejurus kemudian dia langsung memperkenalkan diri bahwa dia adalah tetangga apartemen kami. Lalu dia berkata, apakah balkon sebelah ini punya anda? Tentu semua yang dia katakan dalam bahasa inggris ya. Lalu saya menjawab "bukan balkon saya, balkon saya ada di depan dekat jalan". Tentu saya menjawab dengan bahasa inggris pula. Lalu saya tambahkan "balkon tersebut punya unit nomer 6, di depan ini". Mendengar jawaban saya, dia langsung minta maaf dan menceritakan komplainnya.

Jadi ada bunyi "cling-cling, kring-kring" dari arah balkon itu. Seperti bunyi gelas yang ditabuh. Dari arah bunyinya sepertinya dari apartemen ini. Bunyi itu menggangu tidur saya saat malam hari. Saat dini hari saya tiba-tiba terbangun karena mendengar bunyi itu. Ini membuat saya kaget, deg-degan, shock. Jadi mohon diturunkan saat malam tiba. Karena bukan saya tersangkanya, maka dia pun pamit dan mengetuk pintu apartemen di depan kami.

Seorang wanita oriental muncul dari balik pintu depan. Tanpa komando si tetangga ini langsung nerocos mengulangi apa yang dia katakan pada saya sebelumnya. Mendengar komplain dari tetangga ini, si cewek langsung minta maaf dan akan menurunkan barang itu. Si tetangga sangat mengapresiasi dan senang untuk itu. Dan mengatakan jika siang hari silakan saja didengarkan, tetapi tolong jangan di malam hari. Dialog pun berhenti karena tetangga segera pamit.

Apa yang kita lihat di sini beda dengan apa yang kita rasakan di Indonesia. Di malam hari masih kita dengar tetangga yang mengobrol atau mendengarkan musik cukup keras saat kita tidur. Sedangkan di Australia ini semuanya hening ketika orang sedang tidur. Jadi orang bilang ini negara yang bebas tetapi ternyata tidak bebas untuk berisik di malam hari. Sedangkan Indonesia hidup selalu diatur banyak norma, tetapi sebenarnya bebas juga lah.

 

Senin, 01 Februari 2021

Alternatif Penghasilan di Luar Negeri

 Banyak cara untuk menghasilkan dollar di Sydney. Salah satu cara yang kami lakukan adalah dengan menjadi responden penelitian. Di kampus pasti banyak yang melakukan penelitian. Karena kami tinggal di dekat kampus maka tidak perlu biaya transportasi jika dibutuhkan ke kampus. Untuk menjadi responden yang dibayar, biasanya upah yang didapatkan antara $20-$60 per jam. Tergantung penelitiannya. Jadi kita harus pintar-pintar mencari penelitian yang mau membayar kita.

Di masa pandemi ini, ada yang mewawancarai via online, jadi tidak harus repot-repot datang ke suatu tempat. Cara ini juga cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan bahasa inggris. Untuk menjadi responden dituntut untuk dapat mendengar dan berbicara untuk merespon pertanyaan peneliti. Itu artinya kemampuan listening dan speaking akan makin meningkat. Jadi, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.

Senin, 11 Januari 2021

Analisis biaya kuliah di luar negeri, untung atau nombok?

Perhitungan ini didasarkan pada pengalaman kami. Kondisi kami kira-kira seperti berikut ini. Kuliah S3 di UNSW Sydney. Satu keluarga yang berangkat, 1 kuliah, 1 pasangan, dan 1 anak balita. Beasiswa selama tiga tahun. Uang bulanan $2000/bulan untuk tahun pertama, $3000 untuk tahun kedua dan ketiga. Sekarang mari kita hitung pendapatan dan pengeluaran.

Pendapatan tahun pertama $2000 dikalikan 12bulan yakni $24.000. Tahun kedua dan ketiga $3000 dikalikan 24bulan yakni $72.000. Jumlah total sebesar $96.000 selama tiga tahun. Dengan kurs 1UAD=Rp.10.728,53 pada 24 Desember 2020. Maka total pendapatan yang diterima Rp.1.029.938.880, atau satu milyar rupiah lebih sedikit. Masih ditambah dengan tunjangan kedatangan sebesar $4000. Jumlah ini sangat banyak jika dibelanjakan di kota kecil semacam Solo, Jogja, atau Purwokerto. Tetapi apakah juga cukup untuk dibelanjakan di Sydney? Ayo kita lanjutkan pembahasan. 

Pengeluaran pertama yang harus dibayar sendiri dan tidak diganti adalah asuransi kesehatan. Upgrade dari single ke family. Biaya yang dikeluarkan $12.000 ini sudah yang paling murah. Biaya berikutnya visa dan tiket pesawat untuk dua orang yang tidak ditanggung pemberi beasiswa, masing-masing $528 dan $900. Biaya persiapan meliputi beli koper besar, makanan (macam mie instan, cemilan dll), sabun, odol, obat dll. sekitar $200. Sampai di Sydney kami menumpang di apartemen bisa gratis, tapi kami iuran $400 untuk sekitar 15 hari. Total biaya persiapan $12.000+$528+$900+$200+$400=$14.028.

Berikutnya apply rent untuk kontrakan dengan bond $1940 senilai empat minggu ngontrak. Berikutnya bayar $485/minggu, atau $25.220 untuk satu tahun. Biaya listrik $2.85/hari atau $85.5/bulan atau $1026/tahun. Biaya pulsa & internet data $80 untuk 35 hari atau sekitar $800/tahun. Belanja sayur lauk dll $400/bulan, tidak termasuk baju, atau $4800/tahun. Total biaya hidup selama satu tahun $25.220+1026+800+4800=$31.846.

Total biaya persiapan dan hidup setahun  $14.028+31.846= $45.874. Total pendapatan tahun pertama $24.000+4000= $28.000. Jadi untuk tahun pertama ini lebih besar pasak daripada tiang. Pendapatan $28.000-$45.874= -$17.874. Alhasil minus $17.874 atau sekitar Rp.180 juta. Masih ditambah harus menyediakan uang bond kontrakan $1940 yang akan dikembalikan setelah kontrakan berakhir. Dengan catatan tiga orang ini hanya belajar dan tidak bekerja (mendapatkan uang lain). Jika ada yang bekerja maka perhitungan menjadi lain. 

Kita lanjutkan dulu menghitung sampai tahun ketiga. Pendapatan akan meningkat menjadi  $72.000 untuk 2 tahun (24 bulan). Pengeluaran dianggap saja tetap $31.846 setahun atau $63.692. Atau surplus $8.308 selama dua tahun. Jadi dalam perhitungan kami selama tiga tahun kuliah akan mengalami minus (defisit) -$17.874+$8.308= -$9.566. Jika 1AUD=Rp10.000 maka defisit yang dialami mencapai lebih dari Rp95 juta. Berarti dengan gaya hidup seperti di atas maka penerima beasiswa akan nombok.

Tentu defisit ini dapat dikurangi dengan mencari kontrakan yang berbiaya kurang dari $350/minggu. Kontrakan apartemen kurang dari $350/minggu masih ada tetapi jarang ya. Namun jika mencari kos-kosan (sewa 1 kamar tidur saja) sebenarnya cukup mudah. Jika dapat kontrakan yang berbiaya $300/minggu maka biaya hidup perbulan sekitar $1765,5 atau kontrakan $350/minggu maka biaya hidup perbulan menjadi sekitar$1965,5. Jumlah ini masih lebih kecil dari jatah hidup sebulan $2.000, yang artinya tidak nombok.

Upaya untuk tidak nombok dan malah mendapatkan keuntungan dapat dilakukan dengan cara salah satu anggota keluarga bekerja selama di Sydney. Pekerjaan sampingan di Sydney ini cukup banyak dan realistis untuk mendapatkan $2.000/bulan. Anggap saja dapat bekerja selama 30bulan dari 36 bulan tinggal di Sydney dengan penghasilan $2.000/bulan maka terkumpul $72.000. Yang artinya kita akan untung $62.434 atau lebih dari Rp.620 juta. 

Jadi untung atau nombok selama kuliah di Sydney ini tergantung tingkat usaha dan keberuntungan kita. Usaha untuk mencari kontrakan apartemen yang murah seraya mencari pekerjaan sangat menentukan untuk/nombok.