Jumat, 12 Maret 2021

Sebebas apa kita?

 Suatu siang ada seseorang yang mengetuk pintu apartemen saya. Seorang pemuda bule ada di balik pintu itu. Sejurus kemudian dia langsung memperkenalkan diri bahwa dia adalah tetangga apartemen kami. Lalu dia berkata, apakah balkon sebelah ini punya anda? Tentu semua yang dia katakan dalam bahasa inggris ya. Lalu saya menjawab "bukan balkon saya, balkon saya ada di depan dekat jalan". Tentu saya menjawab dengan bahasa inggris pula. Lalu saya tambahkan "balkon tersebut punya unit nomer 6, di depan ini". Mendengar jawaban saya, dia langsung minta maaf dan menceritakan komplainnya.

Jadi ada bunyi "cling-cling, kring-kring" dari arah balkon itu. Seperti bunyi gelas yang ditabuh. Dari arah bunyinya sepertinya dari apartemen ini. Bunyi itu menggangu tidur saya saat malam hari. Saat dini hari saya tiba-tiba terbangun karena mendengar bunyi itu. Ini membuat saya kaget, deg-degan, shock. Jadi mohon diturunkan saat malam tiba. Karena bukan saya tersangkanya, maka dia pun pamit dan mengetuk pintu apartemen di depan kami.

Seorang wanita oriental muncul dari balik pintu depan. Tanpa komando si tetangga ini langsung nerocos mengulangi apa yang dia katakan pada saya sebelumnya. Mendengar komplain dari tetangga ini, si cewek langsung minta maaf dan akan menurunkan barang itu. Si tetangga sangat mengapresiasi dan senang untuk itu. Dan mengatakan jika siang hari silakan saja didengarkan, tetapi tolong jangan di malam hari. Dialog pun berhenti karena tetangga segera pamit.

Apa yang kita lihat di sini beda dengan apa yang kita rasakan di Indonesia. Di malam hari masih kita dengar tetangga yang mengobrol atau mendengarkan musik cukup keras saat kita tidur. Sedangkan di Australia ini semuanya hening ketika orang sedang tidur. Jadi orang bilang ini negara yang bebas tetapi ternyata tidak bebas untuk berisik di malam hari. Sedangkan Indonesia hidup selalu diatur banyak norma, tetapi sebenarnya bebas juga lah.