Jumat, 03 April 2015

Perlunya manajer keuangan keluarga


Manajer keuangan dalam keluarga. Saya berkesempatan untuk mendengar cerita dari salah seorang rekan. Pasangan suami istri, dimana keduanya merupakan dosen pegawai negeri tetapi merasa selalu kurang dalam pembelanjaan. Boleh dikatakan uang selalu habis, tidak ada yang bisa disimpan.

Salah satu sebabnya karena tidak menabung sejak awal, atau kurang mempersiapkan dana untuk pendidikan, rumah dll pada usia tertentu, saat anak2 sedang kuliah. Mereka tidak mampu melepaskan diri jeratan rutinitas belanja rutin. Untuk itu diperlukan cara berfikir out of the box.

Seperti kata para begawan investasi yang menyatakan untuk menjadi kaya kita harus pintar untuk berinvestasi. Hal ini yang mungkin sudah dianggap benar oleh banyak orang, sehingga menjadi pemicu untuk mendirikan perusahaan investasi. 

Hal ini cukup beralasan karena faktanya memang mereka pemilik perusahaan investasi mampu tumbuh pesat, baik aset ataupun keuntungannya. Berangkat dari sini, muncul pertanyaan haruskah uang kita dikelola oleh perusahaan investasi? Kalau uang kita "sedikit" adakah perusahaan investasi yang mau memutar uang kita?

Penulis teringat akan iklan obat penambah darah di televisi beberapa waktu lalu. Dalam iklan tersebut digambarkan bahwa seorang wanita/ibu rumah tangga adalah sangat aktif karena dia memerankan sebagai: guru les, pengantar anak, chef, hingga manajer keuangan keluarga. Penulis sepakat, jika tiap rumahtangga harus memiliki manajer investasi, istri dapat berperan sebagai manajer investasi, dengan terlebih dahulu berdiskusi dengan suami atau anak yang memiliki wawasan tentang investasi yang baik.

Rabu, 18 Maret 2015

Setiap orang punya potensi unik, kembangkanlah.

Judul tersebut bukan kata-kata saya tapi milik salah satu tokoh idola saya, Hermawan Kartajaya. Kalimat itu semakin menyadarkan saya akan potensi tiap orang yang unik. Setiap orang tidak sama, tapi memiliki bakat, potensi dan kelemahan masing-masing.

Selasa siang kemarin (17/3/2015) saya menghadiri upacara pelepasan pemakaman salah satu profesor saya. Saya adalah salah satu mahasiswa yang tidak puas dengan cara mengajar dan materi yang disajikan beliau. Kalau hendak disambungkan dengan judul tulisan ini, beliau he was not born as a teacher. Dalam upacara itu dibacakan riwayat hidup yang membuat saya semakin sadar bahwa tiap orang memiliki potensi yang unik. Karir beliau mulai dari sekretaris jurusan, ketua jurusan, dekan 2 periode, ketua prodi S2/S3, sekretaris senat hingga ketua senat universitas. Bisa kita rasakan, betapa konsisten dan sistematisnya karir beliau. Beberapa kali dimulai dari sekretaris sebelum menjadi ketua. Sebagai ketua prodi S2/S3 berhasil meraih akreditasi A, yang turun pada periode berikutnya. Sebagai ketua takmir masjid, beliau berhasil melakukan pemugaran dan pengembangan masjid yang sangat mengesankan, hingga menjadi salah satu masjid terbaik di Yogyakarta (dalam kemakmuran masjidnya).

Pencapaian karir seperti itu hanya dapat dicapai oleh orang yang konsisten, stabilitas emosi yang terjaga, dan perjuangan tiada henti. Mungkin dalam pemikiran beliau, harus "magang" dulu sebelum mencapai jabatan tertentu. Ini dapat kita lihat pada beberapa jabatan yang didahului menjadi sekretaris. Ini juga menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang sangat menikmati proses pendewasaan. Kematangan suatu kompetensi harus dilatih dengan baik. Begitu juga dengan kematangan dan kompetensi manajerial. Pelajaran lain yang dapat dipetik adalah, untuk menjadi mengerti kita harus menghabiskan banyak waktu untuk mengalami dan mendalami sendiri situasi/tugas yang akan diemban. Seorang manajer memang harus menguasai bidang garapannya secara mendalam sebelum mengambil keputusan-keputusan.

Sekelumit kisah ini menjadi bukti bahwa ada orang yang terlahir sebagai guru (mengajar, memberi masukan/konsultasi, memberi teladan, dan sebagainya) tapi ada juga yang terlahir menjadi pemimpin atau manajer yang handal.

Selamat jalan Prof, ilmu yang engkau berikan adalah amal jariyah, menurut kami.

Selasa, 03 Maret 2015

Buku Panduan Software SPSS dan LISREL

Tersedia buku statistika untuk penelitian dengan aplikasi software SPSS dan Lisrel oleh Prof. Sugiyono dan Agus Susanto. Ukuran kertas 16x24 cm, tebal buku 492 halaman+xxvi. Diterbitkan oleh Alfabeta Bandung. Harga buku Rp.80.000, harga setelah diskon Rp.70.000.
Dapatkan buku ini di toko buku terdekat atau pesan di no pin BB 79B6BF11.

Minggu, 22 Februari 2015

Buku Tutorial Pengolahan Data menggunakan SPSS & Lisrel


Tersedia buku statistika untuk penelitian dengan aplikasi software SPSS dan Lisrel oleh Prof. Sugiyono dan Agus Susanto. Ukuran kertas 16x24 cm, tebal buku 492 halaman+xxvi. Diterbitkan oleh Alfabeta Bandung. Harga buku Rp.80.000, harga setelah diskon Rp.70.000.

Rabu, 21 Januari 2015

The power of kepepet

Ketika kita menghadapi suatu kesulitan, kita justru sering mendapatkan jurus jitu. Tidak hanya menyelesaikan kesulitan, tetapi kadang justru melejitkan potensi kita. Karena kepepet kita dapat memiliki/mengeluarkan kemampuan yang luar biasa.
Kepepet dapat mengubah perilaku seseorang dari yang pemalas menjadi super rajin. Dari yang kurang teliti menjadi super teliti. Dari penakut menjadi pemberani. Kepepet membuat orang miskin menjadi kaya, dari benci menjadi cinta dan seterusnya.
Semua karna kepepet. Kepepet karena tidak bisa makan, tidak punya uang, syarat untuk diterimanya sesuatu dll.  
Tentu saja, kita mengharap bahwa kita kepepet untuk dapat digunakan untuk hal positif dan yang mendapatkan hasil secara maksimal.

Selasa, 20 Januari 2015

In Memorial, Bob Sadino. Guru Besar Ilmu Bisnis.

JAKARTA, KOMPAS.com - Sementara sebagian besar orang berlomba-lomba mengejar gelar dari berbagai perguruan tinggi, almarhum Bob Sadino, tokoh multipredikat, pernah mengatakan bahwa ia justru merasa beruntung tidak tinggal lama di kampus.

Saat itu, Om Bob, begitu dia biasa disapa, bercerita jika berkuliah ia tak akan menjadi seperti sekarang. Ia dikenal sebagai wiraswasta sukses, manajer kawakan, dan sesekali menjadi pemain film.

Apa pasalnya? Dengan bahasa lugas, provokatif, sekaligus menantang pendengarnya berpikir keras, laki-laki kelahiran Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933, ini mengutarakan bahwa di kampus, mahasiswa ibarat pemulung. Mereka memunguti barang-barang yang kemudian memenuhi otak.

"Akhirnya itu menjadi sampah di otak Anda. Maka, makin belajar, jadi semakin penuh," kata Om Bob di Kampus Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Jawa Tengah, pada 2009.

Meski bicaranya ceplas-ceplos, Om Bob tidak berniat menyinggung akademisi. Dia menuturkan, hal itu berdasarkan ilmu yang diperolehnya dari "jalanan".

"Untuk apa menanyakan prospek usaha? Yang penting jalankan saja dulu. Prospek itu tidak perlu dibicarakan. Prospek itu dilakukan, bukan dipikir," ungkapnya. (GAL)