Negara-negara bule (barat) berada di urutan teratas dalam urusan perijinan/kemudahan membuka bisnis (usaha). Di gelombang kedua adalah negara-negara yang industrinya sudah maju, seperti: China, Korea, Jepang. Indonesia ada di urutan ke sekian dalam hal ini.
Untuk urusan berbisnis memang kita masih kalah, tetapi tidak untuk urusan kemudahan memiliki anak. Tingkat kelahiran anak di negara-negara barat sangat lah rendah. Bahkan sebagian justru negatif. Jumlah kelahiran lebih kecil dari jumlah penduduk yang meninggal. Hal ini menyebabkan kurangnya suply tenaga kerja dan berimplikasi pada migrasi dari luar negeri.
Orang-orang di pedesaan di sekitar tempat tinggal saya, yang berumur 20-40 tahun, mayoritas 2 hingga 3 anak. Angka kelahiran total menurut BPS 2017: 2,6 di pedesaan dan 2,3 di perkotaan. Mengutip situs ABC, tingkat kelahiran per wanita di Australia 2019 sebesar 1,6, atau setiap satu perempuan melahirkan 1,6 anak. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk menyusut karena dibutuhkan minimal dua orang anak untuk menggantikan dua orangtuanya kelak. Kecuali banyak yang mempraktikkan poligami di Australia.
Di kampung saya, orang mau lahiran sekarang tidak perlu kuatir. Tidak punya uang, bisa mengikuti jampersal. Yang punya BPJS Kesehatan sudah dijamin biayanya. Begitu anak lahir, kedua orangtuanya sudah siap mengasuh. Biasanya, kedua orangtua dan mertua juga siap membantu begadang untuk merawat cucu mereka. Jika kurang, ada tetangga yang siap memberikan uluran tangan. Jika anak sudah bisa berjalan (todler), dia sudah siap untuk disapih. Tidak hanya disapih susu tetapi juga disapih dari asuhan bapak/ibu. Dia bisa main sendiri atau bersama teman tetangga sekitar rumah. Pekerjaan orangtua menjadi mudah dan irit biaya.
Di SYdney sekitar saya tinggal. orang mau lahiran tidak perlu kuatir biaya. Semua orang sudah memiliki asuransi kesehatan. Begitu anak lahir, kedua orangtuanya harus kerja keras begadang berdua saja. Biasanya, kedua orangtua dan mertua tidak tinggal serumah juga tidak membantu begadang. Tetangga? tidak mungkin membantu merawat bayi tanpa dibayar. Untuk dapat kembali bekerja setelah cuti, orangtuanya harus menitipkan anak di childcare center. Biaya yang harus dikeluarkan tidak murah. Sama dengan gaji orangtuanya seharian bekerja. Jika anak sudah bisa berjalan (todler), dia tetap di childcare center. Tentu lagi-lagi biaya. Biaya untuk menitipkan anak di childcare center bagi bayi sekitar $200 atau sekitar Rp.2.000.000 per hari. Misalnya bayi dititipin lima hari seminggu berarti biaya yang dikeluarkan $1.000 tiap minggu atau Rp.10.000.000 tiap minggu. Semakin besar usia anak, makin murah biaya yang dibutuhkan. Untuk anak usia 3 sampai 5 tahun biaya berkisar $117 sampai $170 atau Rp.1.170.000 sampai Rp.1.700.000 setiap harinya. Childcare center biasanya buka mulai pukul 7.00 sampai 6.00 petang.
Si todler tidak bisa main bersama teman tetangga sekitar rumah karena di apartemen tidak diijinkan menggunakan fasilitas umum (common area) untuk bermain anak. Karena banyak bermain di rumah, maka waktu luang orangtua menjadi lebih sedikit. Biaya membeli mainan menjadi lebih banyak. Dan yang pasti orangtua tidak dapat menghasilkan uang.
Jangan bayangkan anak-anak dapat bermain lempung di teras rumah. Atau mandi di kali seperti kata Didi Kempot. Todler main di pinggir jalan sendiri saja, orangtuanya dapat didenda oleh polisi. Atau mungkin pidana.